Kulihat
jemarimu yang lentik dan kusaksikan di langit arah awan yang mengirimkan senja
yang lain kearah kita
Ada warna merah warna biru yang pupus
Bongkahan kelabu yang melayang jauh
Dari jendela kulihat sungai sin yang membelah kota
Dengan jembatan - jembatannya yang penuh ukiran
Seperti rambut ikalmu lalu dari puncak apartemen yang tinggi kita berloncatan meliuk-liuk dan berteriak di udara
Senja pecah menjadi ribuan isyarat sunyi yang mungkin bisa diterjemahkan sebagai hasrat atau niat tersembunyi untuk bunuh diri
Ini puisi untukmu Melika Hamaudy penikam penyair di gerbong kereta api
Yang kuingat yang ku bayang sebuah isyarat sebagai hasrat
Ini puisi untukmu Melika Hamaudy penikam penyair di gerbong kereta api
Yang kuingat yang ku bayang sebuah isyarat sebagai hasrat
Kuingat tarian perutmu dan kubayangkan sosokmu yang ramping rautmu yang runcing dengan alis ada syairmu yang menikam seorang penyair di gerbong kereta api
Disepanjang terowongan yang menembus tubuh tua kota ini ada yang menggelempar karena kehilangan kata-kata ketika sunyi menyejakkan sebuah belanda merah muda yang bernama kebisuan
Lalu apakah arti percakapan kita dari halte ke halte menyusuri jalan yang berliku keluar masuk restoran museum atau toko buku sedang yang kutemukan slalu bukan ruang
Demikianlah aku mengerti gerak liar sangkakti hukum awal dan akhir penghianatan yang kemudian menjadi monumen terkenal seperti pasdiley yang ramai dikunjungi orang
Ini puisi untukmu Melika Hamaudy penikam penyair di gerbong kereta api
Yang kuingat yang ku bayang sebuah isyarat sebagai hasrat
Ini puisi untukmu Melika Hamaudy penikam penyair di gerbong kereta api
Yang kuingat yang ku bayang sebuah isyarat sebagai hasrat
Di bawah cahaya lampu merkuri diantara tiang-tiang marmar kita merasa lebih tua dari usia bumi yang sebenarnya
Rautmu yang runcing tatapanmu yang tajam dan berkilat seperti ingin membunuhku
Tapi azan telah beranjak ke timur ke lereng-lereng perbukitan ke mermardey yang murung
Kini tanganmu menyentuh dagumu pelan-pelan dan tiba-tiba kurasakan sebuah ketajaman
Yang lain lagi menambah kecantikan yang luar biasa selalu menghunuskan pisau
Seperti senja yang menancapkan satu jawaban yang tak mungkin bisa kuucapkan lagi padamu
Tak mungkin bisa kutuliskan diatas pakaian dalammu tak bisa kutuliskan
Ini puisi untukmu Melika Hamaudy penikam penyair di gerbong kereta api
Yang kuingat yang ku bayang sebuah isyarat sebagai hasrat
Ini puisi untukmu Melika Hamaudy penikam penyair di gerbong kereta api
Yang kuingat yang ku bayang sebuah isyarat sebagai hasrat
Ini puisi untukmu Melika Hamaudy penikam penyair di gerbong kereta api
Yang kuingat yang ku bayang sebuah isyarat sebagai hasrat
Ini puisi untukmu Melika Hamaudy penikam penyair di gerbong kereta api
Yang kuingat yang ku bayang sebuah isyarat sebagai hasrat
Ada warna merah warna biru yang pupus
Bongkahan kelabu yang melayang jauh
Dari jendela kulihat sungai sin yang membelah kota
Dengan jembatan - jembatannya yang penuh ukiran
Seperti rambut ikalmu lalu dari puncak apartemen yang tinggi kita berloncatan meliuk-liuk dan berteriak di udara
Senja pecah menjadi ribuan isyarat sunyi yang mungkin bisa diterjemahkan sebagai hasrat atau niat tersembunyi untuk bunuh diri
Ini puisi untukmu Melika Hamaudy penikam penyair di gerbong kereta api
Yang kuingat yang ku bayang sebuah isyarat sebagai hasrat
Ini puisi untukmu Melika Hamaudy penikam penyair di gerbong kereta api
Yang kuingat yang ku bayang sebuah isyarat sebagai hasrat
Kuingat tarian perutmu dan kubayangkan sosokmu yang ramping rautmu yang runcing dengan alis ada syairmu yang menikam seorang penyair di gerbong kereta api
Disepanjang terowongan yang menembus tubuh tua kota ini ada yang menggelempar karena kehilangan kata-kata ketika sunyi menyejakkan sebuah belanda merah muda yang bernama kebisuan
Lalu apakah arti percakapan kita dari halte ke halte menyusuri jalan yang berliku keluar masuk restoran museum atau toko buku sedang yang kutemukan slalu bukan ruang
Demikianlah aku mengerti gerak liar sangkakti hukum awal dan akhir penghianatan yang kemudian menjadi monumen terkenal seperti pasdiley yang ramai dikunjungi orang
Ini puisi untukmu Melika Hamaudy penikam penyair di gerbong kereta api
Yang kuingat yang ku bayang sebuah isyarat sebagai hasrat
Ini puisi untukmu Melika Hamaudy penikam penyair di gerbong kereta api
Yang kuingat yang ku bayang sebuah isyarat sebagai hasrat
Di bawah cahaya lampu merkuri diantara tiang-tiang marmar kita merasa lebih tua dari usia bumi yang sebenarnya
Rautmu yang runcing tatapanmu yang tajam dan berkilat seperti ingin membunuhku
Tapi azan telah beranjak ke timur ke lereng-lereng perbukitan ke mermardey yang murung
Kini tanganmu menyentuh dagumu pelan-pelan dan tiba-tiba kurasakan sebuah ketajaman
Yang lain lagi menambah kecantikan yang luar biasa selalu menghunuskan pisau
Seperti senja yang menancapkan satu jawaban yang tak mungkin bisa kuucapkan lagi padamu
Tak mungkin bisa kutuliskan diatas pakaian dalammu tak bisa kutuliskan
Ini puisi untukmu Melika Hamaudy penikam penyair di gerbong kereta api
Yang kuingat yang ku bayang sebuah isyarat sebagai hasrat
Ini puisi untukmu Melika Hamaudy penikam penyair di gerbong kereta api
Yang kuingat yang ku bayang sebuah isyarat sebagai hasrat
Ini puisi untukmu Melika Hamaudy penikam penyair di gerbong kereta api
Yang kuingat yang ku bayang sebuah isyarat sebagai hasrat
Ini puisi untukmu Melika Hamaudy penikam penyair di gerbong kereta api
Yang kuingat yang ku bayang sebuah isyarat sebagai hasrat
==>> MP3 Kontra_Untuk Melika Hamaudy
Tidak ada komentar:
Posting Komentar